KEPRI, (media24jam.com) – Biaya perawatan meteran air yang di bayar pelanggan kepada PT Adya Tirta Batam (ATB) kini mencuat ke publik. Nilainya cukup fantastis, yaitu mencapai ratusan milyar rupiah. Jumlah sebesar itu akumulatif, terhitung sejak PT ATB menjadi mitra Otorita Batam (kini BP Batam-red) sebagai pengelola air bersih selama 25 tahun di pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Permasalahan biaya perawatan meteran air yang mencuat ini akan menjadi ujian berat bagi PT ATB menjelang detik – detik konsensi SPAM bersama BP Batam yang akan berakhir pada 14 November 2020. Dan untuk selanjutnya BP Batam akan menggandeng PT Moya Indonesia sebagai mitra baru dalam penyediaan air bersih di pulau Batam.
Menanggapi persoalan biaya perawatan meteran air dari pelanggan yang kini masih dikuasai oleh PT ATB selama 25 tahun, Supraptono, seorang pelanggan air ATB kepada media24jam.com, mengatakan biaya perawatan meteran air itu harusnya diserahkan kepada BP Batam sebagai penerus pengelolaan air di kota Batam.
“Itukan uang masyarakat yang di bayar kepada ATB, untuk bea perawatan meteran air yang berada di rumah-rumah masyarakat pelanggan ATB. Biaya itu dibayar pelanggan setiap bulan dan jumlahnya ada tercatat di Resi (Rekening-red) pembayaran. Biaya perawatan yang di bayar masyarakat berpariatip tergantung golongan. Misalnya pelanggan golongan 2C, diwajibkan membayar bea perawatan setiap bulan Rp10 ribu setiap bulan, per-pelanggan. Sampai Oktober 2020 ini ada 282.164 pelanggan berbagai golongan yang aktif membayar biaya perawatan meteran air setiap bulan,” papar Suprapto.
Menurut dia, wajar saja banyak masyarakat yang mempertanyakan kemana mengalirnya biaya perawatan meteran air, mengingat terkumpulnya biaya perawatan meter air dikuasai PT ATB dengan jumlah yang sangat signifikan jika ditotalkan selama 25 tahun PT ATB berkuasa. Biaya perawatan meteran air dipungut dari semua pelanggan dalam berbagai golongan mulai dari rumah tangga hingga golongan tertinggi lainnya.
“Kalkulasi saja, jika dipukul rata semua pelanggan dalam golongan yang sama sebagai pelanggan rumah tangga, yang setiap bulan membayar perawatan meteran air sebesar 10 ribu rupiah per-bulan, maka selama 25 tahun biaya perawatan yang diraup PT ATB bisa mencapai lebih dari 500 miliar rupiah. Terus dana-dana yang terkumpul ini kemana mengalirnya,” ujarnya.
Dipaparkan, Supraptono, seharusnya biaya perawatan yang dibebankan kepada pelanggan PT ATB, selain untuk perbaikan meter air yang rusak, juga diperuntukan mengganti meteran air pelanggan secara periodik per-lima tahun sekali. Selama ini apa yang dialami oleh masyarakat, merasakan hanya sekali dilakukan penggantian meter air, dari yang ber-merk Kent di ganti dengan meteran air yang ditentukan oleh PT ATB sendiri.
“Jadi, ATB jangan mengklaim biaya perawatan meteran air yang terkumpul itu dikategorikan sebagai keuntungan hasil penjualan air kepada pelanggan,” tegasnya lagi.
Supraptono, juga mengaku pernah memintai keterangan dari salah seorang karyawan PT ATB yang bertugas di bidang perawatan meteran air. Darinya terungkap jika biaya perawatan meteran air yang efektif itu dipergunakan maksimal hanya berkisar 50 persen dari total biaya yang terkumpul.
Karyawan yang tidak ingin namanya di publikasikan itu juga mengungkap, harga meteran air berdiameter 1/2 inci yang dipakai pelanggan itu hanya seharga Rp350 ribu saja. Dengan demikian, Supraptono, menilai wajar jika masyarakat berhak mempertanyakan kemana sisa biaya perawatan dengan jumlah ratusan miliar rupiah, dan itu tidak boleh dianggap sebagai keuntungan PT ATB. (handreass)