TANJUNGBALAI(media24jam.com)-Tiga oknum polisi yang bertugas di Tanjungbalai dan Dua warga sipil yang bekerja sebagai nelayan dan juga sindikat peredaran narkotika jaringan Internasional divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai Kamis (10/2/22).
Majelis Hakim yang diketuai Salomo Ginting dalam amar putusannya mengatakan, ketiga terdakwa terbukti bersalah menggelapkan 19 Kg narkotika jenis sabu hasil tangkapan di perairan Sei Lunang, Kecamatan Sungai Kepayang Timur, Kabupaten Asahan pada 19 Mei 2021 lalu .
Tiga oknum polisi dan Dua orang nelayan yang divonis mati itu yakni masing-masing, Kanit I Satres Narkoba Polres Tanjungbalai, Aiptu Wariono, Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai, Brigadir Tuharno, dan Bripka Agung Sugiarto Putra. Dan dua orang nelayan Supandi dan Hasanul terkait narkoba jenis sabu seberat 76 kg.
“Mengadili dan menghukum Kelima terdakwa masing-masing dengan hukuman mati,” kata Majelis Hakim diketuai Salomo Ginting.
Selain itu dalam amar putusannya Majelis Hakim juga menyebutkan bahwa Kelima terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat 1 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika. Bahkan kata Majelis Hakim, yang paling memberatkan lagi ketiga oknum Polri, telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai polisi, ketiga terdakwa telah membuat ketidak percayaan masyarakat terhadap instansi Polri.
“Sedangkan yang meringankan tidak ditemukan,” tegas Majelis Hakim.
Selain itu, untuk terdakwa Tuharno dikenakan dalam tindak pidana pencucian uang karena telah menikmati hasil penjualan narkotika hasil tangkapan tersebut.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Rikardo Simanjuntak yang meninjau Tuharno dengan hukuman mati ini menyatakan sikap pikir-pikir. Sedangkan terdakwa langsung menyatakan banding.
“Siap, banding yang mulia,” kata Tuharno melalui video confrence. Begitu juga untuk Supandi dan Hasanul, dua nelayan sebagai terdakwa 76 kilogram sabu yang digelapkan oleh 11 oknum polisi Tanjungbalai seberat 19 kilogram.Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 114 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Hal yang memberatkan terdakwa terlibat jaringan narkotika Internasional, tidak mendukung program pemerintah, dan membahayakan bagi masyarakat Indonesia.
“Sedangkan yang meringankan tidak ada,” timbang hakim.
Sementara, penasihat hukum terdakwa, Guntur Surya Darma saat dikonfirmasi, mengaku putusan hakim tersebut tidak memperhatikan prikemanusiaan.
“Bagi kami, putusan majelis hakim tersebut tidak adil bagi terdakwa. Karena fakta-fakta persidangan tidak dipertimbangkan,” ujar Guntur.
Diketahui kasus ini berawal pada Rabu (19/5/2021) lalu. Di mana, terdakwa Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin yang merupakan anggota Satuan Polisi Air Polres Tanjungbalai menemukan kapal kaluk yang membawa narkotika seberat 76 kilogram sabu di Perairan tangkahan, Sei Lunang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan. Kapal ini dikemudikan oleh Hasanul Arifin dan Supandi di perbatasan Indonesia Malaysia.
“Kemudian, Syahril Napitupulu melaporkan ke Kasat Polair Polres Tanjungbalai, Togap Sianturi, dan langsung memerintahkan Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga berangkat menuju lokasi kapal keluk menggunakan kapal patroli Kamtibmas,” ujar JPU Rikardo Simanjuntak.
Selanjutnya, Leonardo Aritonang, dan Sutikno menggunakan kapal lainnya menyusul untuk mengawal di lokasi penemuan.
“Sesampainya di lokasi, Syahril Napitupulu bersama Denhan Khoirudin, Rizky Ardiansyah, Tuharno, Juanda, Hendra, Jhon Erwin Sinulingga, Leonardo Aritonang dan Sutikno membawa kapal kaluk yang membawa 76 kilogram sabu itu menuju dermaga Polair Polres Tanjungbalai dengan cara ditarik,” jelas JPU.
Namun di pertengahan jalan, Tuharno lompat ke kapal kaluk untuk mengambil satu buah goni yang berisikan 13 kilogram sabu dan dipindah ke kapal Babinkamtibmas dan disimpan di lemari bahan bakar minyak kapal.
“Tuharno dan Khoirudin sepakat untuk menyisihkan kembali sabu-sabu untuk dijual sebagai uang rusa (kibus). Kesepakatan diambil, dan kembali mengambil 6 kilogram sabu dari kapal kaluk dan di sembunyikan di bawah kolong kursi depan,” kata JPU.
Selanjutnya, Tuharno menghubungi Waryono selaku Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai untuk menginformasikan bahwa ada temuan sabu.
Berikutnya, antara Waryono dan Tuharno sepakat untuk bertemu di dermaga tangkahan Sangkot Kurnia, Desa Sei Nangka untuk menyerahkan sabu seberat 6 kilogram kepada Waryono yang selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Posko di Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai.
Setelah itu, sisa 57 kilogram sabu dibawa ke Polres Tanjungbalai, untuk dilakukan penyidikan oleh satuan narkoba Polres Tanjungbalai.
“Setepah itu, Waryono dengan Hendra Tua Harahap, Agung Sugiarto Putra, Rizky Ardiansyah, Joshua, dan Kuntoro bertemu. Lalu Waryono menghubungi Tele (DPO) untuk menjual sabu satu kilogram dengan harga Rp 250 juta di belakang SMA 2 Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai,” jelas JPU.
Sejam kemudian, Agung menghubungi Boyot (DPO) dan menjual sabu seberat 5 kilogram dengan harga Rp 1 miliar dan disetujui oleh Waryono. Namun, Boyot baru membayar Rp 600 juta kepada Agung dengan lima kali tahap.
Setelah berhasil menjual sabu, Tuharno dan Khoirudin, menyerahkan uang Rp 100 juta kepada Syahril untuk uang rusa (kibus).
“Bahwa perbuatan tersangka yang telah menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan, menerima sabu tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang,” tegas Rikardo Simanjuntak dalam dakwaannya (*/lin)