Oleh: Prof Dr Robert Sibrani MS
Perri Sagala SPd
Honni Pardede SH
Tradisi memiliki tiga pengertian. Pertama, tradisi adalah kebiasaan suatu komunitas bersama dengan proses distribusi kebiasaan itu. Pengertian pertama tersebut menyiratkan adanya makna keberlanjutan (continuity) dan makna berbagi (shared) tentang materi, adat-istiadat, ekspresi verbal yang secara beerkelanjutan dipraktikkan dalam kelompok komunitas.
Keberlanjutan dan proses berbagi kebiasaan tersebut berwujud dalam proses performansi. Kedua, tradisi adalah sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan identitas. Memilih dan mempraktikkan tradisi selalu memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan suatu kelompok.
Ketika ada proses pemilihan tradisi, semakin jelaslah bahwa tradisi itu membantu menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok. Ketiga, tradisi adalah sesuatu yang diidentifikasi, dimaknai, dan diakui keberadaannya oleh suatu kelompok komunitas sebagai tradisinya. Sisi lain menciptakan dan mengukuhkan identitas dengan turut berpartisipasi dalam suatu tradisi adalah bahwa tradisi itu sendiri harus diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dan berperan dalam kehidupan kominitasnya.
Pentingnya tradisi pada komunitas ditandai oleh realisasi suatu komunitas mengetahui, mencintai, dan melakukan pelaksanaan tradisi beserta kearifan lokal dalam tradisi itu (Sims and Martine, 2005).
Sebagai kebiasaan yang berkelanjutan, tradisi itu mengandunng nilai budaya dan norma sosial yang merupakan pedoman hidup suatu komunitas secar turun-temurun. Kebiasaan itu juga mengindeksikalitas identitas komunitasinya. Begitu terlihat kebiasaan bertenun dan menggunakan kain tradisional ulos, orang langsung tahu bahwa mereka itu adalah komunitas Batak Toba.
Tradisi itu mungkin hilang dan punah di suatu saat apabila komunitas itu meninggalkan kebiasaannya baik karena menganut tradisi yang datang dari luar atau tradisi itu mungkin diambil alih oleh komunitas lain. Dalam kondisi ini, pelstarian dan revitalisasi tradisi sangat dibutuhkan untuk membumikannya dalam menciptakan kedamaian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tradisi diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi lain sehingg sering disebut dengan tradisi lisan. Tradisi itu terikat pada kebudayaan, baik yang berkenaan dengan siklus mata pencaharian maupun siklus upacara kehidupan sehingga trdisi itu sering disebut dengan tradisi budaya. Karena sifatnya yang verbal dan kultural, tradisi lisan dan tradisi budaya dapat digunakan secara bergantian.
Sebagaimana yang disebutkan di atas, tradisi merupakan kebiasaan dan proses berjalannya kebiasaan itu. Dengan demikian, tradisi merupakan performansi; tradisi lisan atau tradisi budaya merupakan performansi budaya. Tradisi lisan atau tradisi budaya adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan maupun tradisi lain yang bukan lisan.
Tradisi lisan berbeda dari tradisi kelisanan karena tradisi kelisanan adalah tradisi menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi lisan, sedangkan tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional yang disampaikan secara lisan seperti kebiasaan menari, bermain gendang, bertenun, dan kebiasaan bercerita.
Perlu diketahui bahwa tradisi lisan tidak selamanya berbentuk unsur verbal seperti bermantra, tetapi semua tradisi lisan mengandung pesan verbal tentang tradisi masa lalu sehingga Vansina (1985) mengatakan bahwa tradisi lisan merupakan pesan verbal berupa pernyataan yang dilaporkan dari masa silam kepada generasi masa kini, yang kemungkinan pesan verbal itu dituturkan, dinyanyikan dengan atau tanpa diiringi oleh musik.
Dengan cara lain, Ki-Zerbo (1990) mengatakan bahwa tradisi lisan adalah kesaksian yang disampaikan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kesaksian itu disampaikan melalui tuturan, pidato, nyanyian, pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, dan sebagainya. Matkowska (2009) mengatakan bahwa tradisi lisan adalah cara mentransfer pengetahuan dan informasi dari satu generasi ke generasi lain tanpa kehadiran tulisan atau rakaman. Dengan cara demikian, tradisi lisan digunakan untuk menjaga sejarah atau kebudayaan suatu bangsa tetap hidup, dan karena biasanya diperformansikan dalam bentu bercerita, tradisi lisan menjadi popular dan menghibur.
Salah satu ciri tradisi lisan atau tradisi budaya adalah berpotensi direvitalisasi dan dilestarikan sebagai sumber penciptaan untuk industri budaya dan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan manusia (Sibarani, 2012). Sebagai sumber penciptaan untuk industri budaya dan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan manusia, tradisi lisan perlu dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup manusia dan diwariskan kepada generasi muda untuk menciptakan kedamaian dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tradisi lisan atau tradisi budaya sebagai sumber penciptaan mengindeksikalitas bahwa ada kreasi atau inovasi berbasis tradisi yang ada. Dengan kayanya tradisi budaya atau tradisi lisan di Indonesia, itu berarti begitu banyak sumber pencimtaan di Indonesia.
Dalam masyarakat Batak Toba terdapat berbagai wujud tradisi lisan atau tradisi budaya. Salah satu di antara wujud trdisi tesebut adalah tradisi upacara adat dan ritual seperti upacara yang berkenaan dengan siklus kehidupan (kelahiran, pernikahan, dan kematian), upacara yang berkenaan dengan siklus mata pencaharian (menanam, merawat, dan memanen), dan ritual-ritual komunitas yang berkenaan dengan kehidupan manusia;
Dalam masyarakat Batak Toba, martonggo ‘bermohon; berdoa’ adalah performansi memohon kepada Tuhan. Tonggo ‘permohonan; doa’ tradisional itu mencakup apa saja yang berhubungan dengan kehidupan manusia baik itu yang berkenaan dengan kedamaian (keamanan dan kenyamanan) maupun yang berkenaan dengan kesejahteraan (kekayaan dan kemakmuran) hidup komunitas. Tonggo merupakan media tradisional yang digunakan oleh partonggo ‘pemohon; pendoa’ untuk menyampaikan permintaan kepada Mula Jadi Nabolon ‘Tuhan Maha Pencipta’. Martonggo ‘bermohon; berdoa’ dapat dilakukan oleh seorang individu dengan berbagai kesempatan.
Sebagai bentuk jamak, tonggotonggo berarti ‘beberapa permohonan secara berulang-ulang, sungguh-sungguh atau secara khusuk’. Martonggotonggo adalah performansi ritual untuk melakukan beberapa permohonan secara sungguh-sungguh, khusuk, dan berulang.
Martonggotonggo merupakan tradisi verbal oleh partonggotonggo ‘pemohon; pendoa’, yang dilakukan dengan gendang dan tari tradisional. Dengan demikian, martonggotonggo merupakan kombinasi performansi tuturan (speech), gendang (musics), dan tarian (dance) tradisional. Performansi tuturan oleh partonggotonggo ‘pemohon; pendoa’, tarian oleh warga panortor ‘penari’, dan musik oleh pargonsi ‘pemusik’.
Performansi tuturan setiap tonggo berbeda, tetapi musik dan tariannya pada umumnya sama, baik itu musik dan tari untuk berbagai tonggotonggo maupun untuk upacara lain. Ini merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya oleh seniman ilmiah, yakni menciptakan tortor ‘tarian’ atau gendang ‘musik’ yang berbeda pada setiap tongotonggo yang berbeda. Permasalahan ini akan menginspirasi seniman tari dan musik untuk menciptakan tarian atau musik untuk setiap jenis tonggo. Dengan penciptaan itu akan dihasilkan kreativitas tortor (tarian) atau gondang (musik).
Dengan model pelestarian, seorang seniman ilmiah akan melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan tradisi tonggotonggo sebagai sumber kreativitas untuk menghasilkan musik atau tarian tonggotonggo. Dari tradisi verbal tomggotonggo akan tercipta musik tonggotonggo atau tarian tonggo-tonggo. Dalam melindungi tradisi, seniman kreatif ilmiah mengenali, menemukan, dan menjaga tradisi tersebut agar tidak punah dan hulang termakan zaman. Dengan tugas awal pelestarian tradisi ini, diharapkan tradisi tetap pada konteks performansinya dan diharapkan utuh mendekati aslinya.
Seniman ilmiah juga harus mampu mengembangkan tradisi sehingga semakin dikenal, dicintai, dan dilakuni oleh pemiliknya, bahkan oleh komunitas lain. Secara kreatif, seniman ilmiah akan mampu mengembangkan tradisi tanpa menghilangkan hakikat asli tradisi tersebut. Pada akhirnya, seniman ilmiah dapat memanfaatkan tradisi sebagai sumber kreativitas seperti penciptaan seni.
Pemanfaatan tradisi sebagai sumber kreativitas akan berkontribusi penting untuk insdustri kreatif. Hasil penciptaan dan industri kreatif itu akan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptaan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.
Hasil penciptaan yang bersumber dari tradisi itu dapat dikemas dalam bentuk video, youtube atau media lain dengan bantuan teknologi informasi pada era revolusi indusrti 4.0 ini.
Pada hakikatnya, sumber kreativitas untuk penciptaan seni bukan hanya tradisi dan kebudayaan, tetapi juga praktik sosial seperti praktik sosial yang kita alami sekarang ini dalam menghadapi peperangan melawan corona atau covid-19.
Setiap orang sekarang ini memadukan performansi bahasa (speech performance), performansi musik (music performance), dan performansi gerak (gestural performance) dalam bentuk video untuk mengajak semua orang di belahan dunia ini bersama-sama melawan corona.
Seniman ilmiah harus bisa menciptakan musik dan gerak tari yang dapat bersama-sama dengan teks bahasa mengajak orang untuk tinggal di rumah sebagai salah satu cara melawan corona.
Perlu ada teks ciptaan baru, musik ciptaan baru, dan gerak tari ciptaan baru berbasis praktik sosial itu. Perpaduan teks (bahasa) dan koteks (musik dan gerak) dalam konteks perlawanan terhadap corona sebaiknya bisa menggugah setiap orang agar bersama-sama berpartisipasi untuk melawan corona. Semoga. (ok)