KEPRI (media24jam.com) – Komisi I DPRD Kota Batam mengelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait kisruh kepemilikan lahan antara tiga perusahaan versus warga ruli Seraya Atas kota Batam, Rabu (1/7/2020). Ketua Komisi I, Budi Mardianto SE, didampingi anggotanya, Utusan Sarumaha SH, dan anggota komisi lainnya mengatakan RDPU ini bukan persidangan, tetapi untuk mencari solusi terbaik.
Liputan media24jam.com, dalam RDPU di ruang rapat komisi I ini dihadiri warga dan perangkat RT/ RW 05 Seraya Atas kelurahan Pelita Kecamatan Lubuk Baja. Sedangkan sebagai undangan adalah Direktorat Pengelolaan BP Batam, Camat lubuk Baja, Lurah Kampung Pelita, Pimpinan PT Golden Teleshop, Pimpinan PT Tiga Coin Mas, Pimpinan PT Mega Sentosa.
Kepada Ketua Komisi I, Budi Mardianto SE, warga menuntut agar dalam RDPU ini tidak ada hal yang di tutup-tutupi, baik dari pihak perusahaan maupun BP Batam selaku pengelola lahan di kota Batam. Dan ini agar publik khususnya warga kampung Seraya Atas tahu kronologis kepemilihan lahan oleh tiga perusahaan di lokasi mereka bermukim saat ini.
Sementara itu, pihak BP Batam kepada komisi I dalam keterangannya memaparkan besaran luas lahan yang dimiliki oleh ketiga perusahaan. Dijelaskan BP Batam, ketiga perusahaan ini memang memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Diantaranya, PT Mega Sentosa seluas 20.079 M2, sejak tahun 2001, peruntukan jasa. Lalu PT Tiga Koin Mas, ada dua lokasi lahan sejak tahun 2009, yaitu seluas 6.106 M2 dan 5000 M2. Kemudian PT Golden Teleshop, dengan hak pengelolaan lahan seluas 21.530 M2 sejak tahun 2012. Demikian paparan singkat dari pihak BP Batam.
Selain BP Batam, Ketua komisi I juga memintai keterangan dari pihak penerima kuasa ketiga perusahaan tersebut. Dari PT Tiga Coin Mas yang dikuasakan kepada, Jurado Siburian, mengatakan pihaknya adalah pemilik sah lahan Seraya Atas yang dikuasai oleh warga saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya legalitas dokumen lahan yang diakui oleh negara. Baik itu Izin Prinsip (IP), SPJ, PL, Pembayaran UWTO, bahkan lahan tersebut telah bersertifikat kepemilikan.
Kepada komisi I, dia juga mengungkap pihak perusahan telah memberi sagu hati atau uang ganti rugi kepada 30 warga Seraya Atas. Uang sebesar Rp10 juta dan lahan kavling di kelurahan Sambau, bahkan lahan kavling yang diberikan akan di urus sampai bersertifikat.
Senada hal tersebut, PT Mega Sentosa, yang dikuasakan oleh, Modi, dalam keterangannya mengatakan pihak perusahaannya telah melakukan semua upaya untuk meyakinkan warga Seraya Atas. Terkait dokumen legalitas kepemilikan juga telah ditunjukan kepada warga, dan hal ini sudah tuntas. Dikatakannya, saat itu pihak perusahaan sudah mengajak perangkat RT/RW dan tokoh masyarakat setempat datang ke BP Batam untuk diskusi duduk bersama membuktikan legalitas kepemilikan lahan. Yang hadir pada saat itu ada camat dan lurah.
“Jadi disitu sudah tuntas. Pihak perusahaan adalah pemilik sah atas lahan itu. Ganti rugi juga diberikan kepada warga. Jadi apa lagi yang mau dibahas.” ujar Modi, mengakhiri.
Selain kedua perusahaan tersebut, pihak PT Golden Teleshop yang dikuasakan kepada, Fredy Aritonang, juga angkat bicara terkait lahan miliknya yang kini sedang diduduki warga Seraya Atas. Sosok Fredy sempat viral di media sosial karena di tuding warga sebagai mafia lahan. Lalu dihadapan komisi I, diapun menerangkan secara blak-blakan terkait tudingan warga tersebut.
“Jadi tolong dicatat. saya ini bukan mafia lahan. Saya juga bukan preman. Sejak awal saya sudah diberi kuasa penuh dari PT Golden Teleshopp untuk menyelesaikan persoalan lahan miliknya ini,” ujar Fredy.
Lanjutnya, dalam hal ini dirinya hanya ingin menyelesaikan persoalan lahan milik perusahaan-nya yang diduduki warga hingga sampai saat ini. Untuk penyelesaian sengketa lahan ini, diapun telah secara intens mengajak diskusi para warga, tokoh masyarakat dan perangkat RT/RW setempat, namun ada warga yang mau, dan ada juga yang tidak mau. Selain itu, berbagai upaya mengajak musyawarah bersama warga juga telah di lakukan, baik di kantor lurah, camat, maupun di BP Batam.
Dalam musyawarah yang dilakukan, Fredy, juga telah menunjukan dokumen asli kepemilikan lahan yang sah kepada warga. Dan itu sudah disaksikan sendiri oleh pihak RT 01, RT 02, dan RW 05. Dari hasil musyawarah yang dilakukan, ada sebagian warga yang telah mengakui bahwa lahan yang didudukinya adalah memang lahan sah milik perusahaan.
“Saya sudah sebarkan undangan kepada warga yang menduduki lahan kami. Kami hanya ingin mengajak diskusi. Tapi undangan yang disampaikan ada yang ditolak dan dibakar warga,” ungkap Fredy. Lanjutnya, meski demikian dirinya tidak ingin adanya intimidasi dalam persoalan ini. Makanya dirinya mengikuti saran dari pihak RT 01 dan pihak RT 02 agar persoalan sengketa lahan ini diselesaikan secara baik-baik. Tidak perlu melakukan penggusuran dengan menurunkan Satpol PP, Dirpam, Polri dan TNI, atau (Tim Terpadu-red)
“Saya hanya ingin memanusiakan manusia. Jadi bagi warga yang bersedia pindah, akan diberikan uang pengganti Rp 10 juta, lahan kavling di Sambau, dan dibantu untuk mensertifikatkan kavlingnya, ada saluran air, dan akan dibangun musholah. Jadi kurang baik apa lagi perusahaan kami. Dan saya tidak ingin ada warga yang disakiti. Apa yang diberikan perusahaan kepada warga itu adalah perjuangan saya,” ujar Fredy.
Kepada komisi I dia juga mengatakan, ada 29 KK yang datang menemui dirinya dan bersedia pindah. Mereka ini orang yang sadar dan mengakui kesalahannya. Dan mereka telah menempati lahan kavling yang diberi oleh perusahaan.
“Pak ketua komisi I, kami juga telah menunjukkan lahan kavling kepada warga bapak dan ibu-ibu. Malah mereka mengucapkan sangat berterima kasih kepada saya. Ada 29 KK yang telah mendapat ganti rugi. Tetapi mereka mendapat ancaman dan disuruh membongkar rumah yang telah ditempati. Mereka diberi waktu 5 hari untuk membongkar rumahnya sendiri. Jadi ketua, saya akan meminta perlindungan bagi 29 KK ini ke pihak Kepolisian,” tegas Fredy, mengakhiri.
Dilain pihak, dalam kesempatan RDPU ini, Ketua RW 05 Seraya Atas juga memberi tanggapan yang cukup serius. Dia mengaku sangat sedih kepada warganya sendiri yang menuding dirinya sebagai penghianat. Padahal dia sudah berupaya keras menemui walikota Batam dan pejabat BP Batam untuk mempertanyakan status lahan bermukim warganya.
“Jawaban walikota dan BP Batam, lahan itu memang sudah ada yang punya. Milik perusahaan,” ucap Ketua RW 05 kepada komisi I. Lanjutnya, kabar inipun telah disampaikan kepada warganya. Dan ia akhirnya menyarankan kepada warganya untuk mengambil tawaran ganti rugi dari pihak perusahan.
“Saya katakan kepada warga. Jika itu hak mu silahkan diambil. Tetapi warga banyak yang menyebut saya sebagai penghianat. Bahkan saya dituding mendapat Rp 50 juta dari pihak perusahaan. Kalau memang ada bukti silahkan tunjukan disini. Biar semua tahu. Silahkan periksa juga yayasan panti asuhan saya yang di Sagulung, kalau memang menerima uang sebesar itu dari perusahaan silahkan tunjukan buktinya. Saya jelaskan, kita semua mendapat porsi yang sama ganti rugi dari perusahaan. Nilainya sama. Tidak perlu kita saling curiga. ,” Ucap Ketua RW 05 mengakhiri. (Handreass)