Terlibat Kasus 64 Gram Sabu Mantan Panit Reskrim Polsek Hamparan Perak Menangis Depan Hakim

0
446

MEDAN (media24jam.com) – Mantan Panit Reskrim Polsek Hamparan Perak, Jenry Hariono Panjaitan (43) satu dari dua terdakwa perkara narkoba jenis sabu seberat 64 gram menangis dan mengaku menyesal tidak melaporkan mantan Kanit Reskrim Polsek Hamparan Perak, Bonar Pohan yang juga terlibat.

Pada persidangan secara virtual itu, mantan Panit itu membeberkan tentang fakta hukum sebenarnya, jika mantan Kanit Reskrim Bonar Pohan juga terlibat kasus 64 gram sabu yang menjeratnya.

Selain dari penasihat hukum (PH), terdakwa yang juga Perwira Unit (Panit) Reskrim Polsek Hamparan Perak tersebut menyampaikan langsung nota pembelaan (pledoi) terhadap dirinya dari Rutan lewat sambungan video call, Rabu (6/1/21) di Ruang Cakra 2 PN Medan.

Menurutnya, fakta persidangan telah diatur dan disusun oleh oknum untuk menyembunyikan fakta sebenarnya, termasuk dirinya sebagai terdakwa hanya melepaskan oknum yang terlibat dalam perkara aquo, dengan mengatur jalannya persidangan.

JPU (dari Kejatisu Fransiska Panggabean) imbuhnya, sangat nyata menutup fakta sebenarnya. JPU tidak menggali penyebab dirinya melakukan tindak pidana. Sebab faktanya, terdakwa bukan penjahat, pengedar, penjual maupun bandar berdasarkan rangkaian telah dipaparkan di atas. Sangat jelas dan nyata bahwa dirinya hanya berada di waktu dan tempat yang salah.

“Saya memang bersalah seperti yang dipaparkan di atas. Namun kesalahan Saya adalah tidak melaporkan perintah atasan Saya untuk melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dan diancam Pasal 131 UU Tipikor. Dalam hal ini perintah Kanit Reskrim Polsek Hamparan Perak yakni Iptu Bonar Pohan untuk menyerahkan narkotika kepada Kiki Kusworo alias Kibo,” urainya dengan nada sedih.

Dalam keadaan batin yang tinggi dan iming-iming tuntutan ringan, terdakwa telah pula bersedia merubah BAP dan untuk melindungi oknum yang terlibat dalam perkara aquo. Namun justru malah menjerumuskannya dirinya.

Lindungi Oknum

Di bagian lain, terdakwa Jenry menyadari bahwa fakta-fakta yang baru disampaikan dalam pledoi tersebut memang tidak lazim karena diungkapkan setelah tahapan pemeriksaan perkara selesai alias akan memasuki tahapan pembacaan vonis (putusan) majelis hakim.

Akan tetapi demi keadilan dan kebenaran serta bahan pertimbangan bagi majelis hakim Yang Mulia dalam memutus perkara ini, maka pembelaan ini terpaksa diungkapkannya.
Sementara keterlibatan terdakwa warga sipil Kiki Kusworo alias Kibo menurutnya sebagai informan. Mereka berdua kini harus menahan akibatnya karena terbuai dengan iming-iming dituntut rendah untuk melindungi oknum petugas kepolisian yang terlibat peredaran narkotika.

Padahal Jenry masih memiliki tanggungan menafkahi anak-anak dan istri.
Secara terpisah, PH terdakwa, Sri Wahyuni dalam pledoinya memohon agar majelis hakim diketuai Syafril Batubara meringankan hukuman kedua terdakwa. Bila berpendapat lain, mohon divonis seadil-adilnya.

Usai mendengarkan materi pledoi, hakim Ketua Syafril Batubara spontan mencecar terdakwa Jenry Hariono Panjaitan dengan dengan berbagai pertanyaan yang pernah disampaikan pada persidangan lalu.

“Kok baru sekarang kau ‘nyanyi’? Persidangan lalu kan Saya tanya, ada lagi mau disampaikan? Kenapa waktu saksi Bonar Pohan dihadirkan di persidangan tidak kau bantah keterangannya?” cecar Syafril.

Sementara pada persidangan beberapa pekan lalu, JPU Fransiska Panggabean menuntut kedua terdakwa yakni Jenry Hariono Panjaitan maupun Kiki Kisworo alias Kibo masing-masing pidana 8 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, subsidair 6 bulan penjara. Yakni melanggar pidana Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Mengutip dakwaan JPU, tim Dit Resnarkoba Polda Sumut lebih dulu menangkap Kiki, Jumat (28/2) dan dilakukan pengembangan. Terdakwa Kiki mengaku barang yang dipegangnya milik Jenry. (lin)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here