MEDAN | MEDIA 24 JAM.COM- Muhammad Sadri (47), Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Al-Maksum Langkat divonis 1 tahun penjara atas kasus korupsi pemotongan biaya hidup Program Indonesia Pintar (PIP) mahasiswa tahun 2020–2023 sebesar Rp8,1 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengdilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Muhammad Kasim menyatakan perbuatan Sadri telah terbukti bersalah melanggar dakwaan pertama subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Adapun dakwaan pertama subsider yang dimaksud tersebut, yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Sadri oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ucap Kasim di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (9/12/24).
Tak hanya penjara, Sadri juga dihukum untuk membayar denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
Kemudian dari total kerugian keuangan negara sebanyak Rp8.151.800.000 (Rp8,1 miliar) tersebut, dalam putusannya hakim menilai Sadri telah menikmati uang sebesar Rp1.990.525.000 (Rp1,9 miliar).
Sehingga, hakim pun membebankan Sadri untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebanyak Rp1,9 miliar dan Sadri telah mengembalikannya sebesar Rp1.659.850.000 (Rp1,6 miliar lebih) kepada rekening masing-masing mahasiswa.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa UP kepada terdakwa sebesar Rp249.675.000 (Rp249 juta). Dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut,” tambah Kasim.
Namun, lanjut hakim, apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Bagi hakim, keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara keadaan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
“Kemudian (meringankan), terdakwa merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam menjalani proses persidangan,” kata Kasim.
Setelah membacakan putusan, hakim kemudian mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat mengenai bagaimana sikapnya atas putusan tersebut.
Mendengar pertanyaan itu, terdakwa menyatakan terima, sedangkan JPU Ria Tambunan didampingi Junita mengatakan pikir-pikir terkait apakah mengajukan upaya hukum banding atau tidak.
Diketahui, hukuman yang dijatuhkan hakim lebih ringan daripada tuntutan JPU yang sebelumnya menutut Sadri 1 tahun dan 6 bulan (1,5 tahun) penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut Sadri untuk membayar UP sisa kerugian keuangan negara sebesar Rp249 juta. Dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah dia tidak membayarnya, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.
Selanjutnya, apabila Sadri tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 9 bulan. (lin)